Latar Belakang Spiritual dari Bonsai

Seni bonsai pertama kali muncul di Cina sedangkan kata bonsai berasal dari bahasa jepang. Seni pemangkasan tanaman biasa disebut penjing oleh masyarakat Cina dan seni ini sangat digemari oleh para pejabat kerajaan di masa itu. Perkembangan dari penjing dilakukan oleh para biksu yang beragama Tao dimana tanaman ini merepresentasikan salah satu pokok ajarannya yaitu tentang terciptanya keseimbangan serta keharmonisan manusia dengan alamnya. Bonsai dan penjing dapat dipandang sebagai objek meditasi atau Latar Belakang Spiritual dari Bonsai. Seni dalam menciptakan bonsai atau penjing dengan sendirinya merupakan perenungan, latihan meditasi dan praktik Zen. Bonsai sebagai pohon kerdil dan miniatur lanskap dapat dianggap sebagai perayaan alam dan kekuatan dalam penyembuhan yang ditambah oleh lingkungan alam yang utuh.


Membuat dan merawat bonsai serta penjing akan membuat kita merasa lebih dekat dengan alam yang memungkinkan kita merasakan keakraban yang lebih intim secara langsung. Praktek pembuatan miniatur pohon dan lanskap harus dilihat dari latar belakang dua tradisi filsafat Cina yaitu Daoisme (Taoisme) dan Zen Buddhisme. Daoisme (Taoisme) telah memberikan pengaruh yang mendalam terhadap seni timur selama lebih dari dua ribu tahun. Ini merupakan cara hidup dan berfikir yang dapat membebaskan pikiran dan tubuh. Taoisme mengajarkan untuk kembali ke kondisi asal secara spontan dengan membuang aturan konvensional yang kaku dalam perilaku dan pemikiran. Hal ini menunjukkan bahwa belajar mengikuti arus dan membiarkan pikiran kita berfungsi secara alami dan daya kreatif yang luar biasa dapat dikeluarkan dengan sendirinya.

Pengaturan ke dalam irama alam dan memahami keterkaitan segala sesuatu di sekitar kita adalah komponen dari ajaran Taoisme. Zen Buddhisme dalam bahasa cina dikenal sebagai “Ch’an” yang berkembang sebagai ajaran baru Buddhisme bersama fitur Cina yang unik setelah biksu India memperkenalkan Buddhisme Mahayana sekitar 500 masehi. Hal ini muncul ketika Buddhisme India telah bergabung dengan tradisi Taoisme Cina asli. Gaya duduk meditasi Cina (“zuo Ch’an”, yang merupakan sebuah konsep yang disebut “za zen” dalam bahasa jepang) tidak bermaksud untuk membawa pikiran bawah sadar yang kaku seperti pada Buddhisme tradisional India, melainkan berusaha untuk membebaskan, mendorong pikiran untuk mengalir tanpa hambatan dan mengikuti sendiri , pada hakikatnya baik dan alami. Ch’an dipopulerkan di barat dengan nama di Jepang yaitu Zen yang mengajarkan bahwa pikiran mau menerima (receptive mind) dapat menemukan pencerahan di mana-mana, setiap saat dalam bentuk “kebangkitan tiba-tiba”.

Seniman bonsai atau penjing bekerja dengan benda alam dan berkonsentrasi sejenak serta tercipta suatu karya seni (bonsai) yang datang atas pandangan, inspirasi dan keputusan yang datangnya tiba-tiba. Hal ini merupakan proses kreatif. Seniman bonsai atau penjing dapat menciptakan karya seni bonsai yang indah dengan tenang yang diterima dari kondisi meditasi yang aktif. Mengatur pohon dan menempatkan batu, lalu tiba-tiba ia menemukan sesuatu yang baru tanpa pra-meditasi dengan komposisi yang mengalir secara alami dan harmonis dimana melahirkan keindahan yang luar biasa dan universal dan kebenaran abadi yang tampaknya memerlukan sedikit usaha.