Cara Pemahatan Dan Pembentukan Bakalan Bonsai

Teknik serta Cara pemahatan dan Pembentukan bakalan Bonsai bisa di lakukan pada batang Tanaman dikembangkan untuk memberi kesan kerusakan atau keindahan Tanaman Bonsai Secara alami. Karena itu, pola pemahatan harus mengikuti pola batang yang ada di alam. Pahatan dibuat sedemikian rupa sehingga mengesankan cacat yang tidak dibuat-buat. Pengamatan terhadap guratan serata kayu tanaman asli, rongga pada batang, batang yang mati sebagian, rusak karena tua, dan lain-lain perlu dilakukan.

Bila pemahatan dilakukan dengan baik oleh ahlinya, maka hasil yang didapat bisa mendekati keadaan sesungguhnya. Sedangkan pengerjaan ceroboh dan kurang baik bisa merusak panampilan secara keseluruhan. Untuk itu, teknik membuat bonsai harus dipahami oleh mereka yang ingin memahat bakalan bonsai.


Bahan pengawet berperan besar dalam proses pemahatan. Bahan ini berfungsi mengawetkan batang yang dibuat mati atau dikelupas agar bertahan sepanjang umur tanamannya.

Bahan pengawet harus memenuhi syarat tertentu: anti jamur, bisa menutup pori-pori kayu sehingga tidak menyerap atau merembeskan air ke dalam batang, dan tidak mengubah warna kayu atau membuatnya mengilap (kayu harus tetap tampak alami).

Bahan pengawet yang tahan lama adalah kapur belerang. Bahan ini bisa tahan dua tahun dalam sekali pakai. Bahan pengawet lain hanya dapat bertahan selama beberapa bulan. Selain awet, bahan ini mudah dibuat. Untuk membuatnya diperlukan larutan kapur dan bubuk belerang dengan perbandingan 6:4. Larutan ini diaduk hingga homogen dan dijerang hingga warnanya kemerahan. Hasil jerangan lalu didinginkan di tempat teduh selama 10 hari. setelah itu disaring dan endapannya dibuang. Larutan hasil penyaring ini dioleskan ke bagian yang dipahat. Dua tahun kemudian bahan ini dioles kan lagi ke bagian tersebut.

Selain kapur belerang, dapat juga menggunakan bahan pengawet lain. Yang sering digunakan adalah campuran Dithane Copper Sandhoz, bahan perekat Triton, dan lem kayu. Bisa juga menggunakan bubur bordo (Bourdeaux). Cara yang tergolong tradisional adalah pemakaian belerang yang dilarutkan dalam alkohol.

Ada empat macam teknik pemahatan yang biasa dilakukan pada bakalan bonsai. Teknik ini sudah sangat populer di Jepang. Para pecinta bonsai banyak yang merasa belum puas bila belum mampu menerapkan teknik ini pada bakalan bonsai atau tunggul yang dimilikinya. Keempat teknik itu adalah jin, uro, shari, dan saba miki.

Jin

Jin berarti ujung batang atau cabang yang sudah mati. Membuat jin pada tanaman berarti menjadikan ujung batang atau cabang tanaman tersebut tidak memiliki kemampuan tumbuh lagi. Untuk memberi kesan alami, biasanya jin meniru batang atau cabang yang terkena sambaran petir. Perlu diingat bahwa jin tidak dibuat pada seluruh batang atau cabang. Hanya bagian yang ingin diberi kesan matilah yang dijin.

Bila jin hendak dibuat pada batang yang berukur panjang, batang tersebut dipotong pada batas yang diinginkan. Pemotongan dilakukan dari arah belakang dan dibuat tidak terputus. Batang yang dipotong cukup setengah lingkaran. Lantas patahkan batang ke arah depan kemudian disobek ke arah bawah hingga terlepas.

Gunting secara vertikal dapat dilakukan untuk mengubah ujung batang yang kelihatan tumpul. Hasil guntingan disobek memakai tang. Sobekan dibuat sampai batang kelihatan meruncing hingga bagian ujung.

Kulit batang kemudian dikelupas sampai ke bagian yang tetap dipertahankan hidup atau tumbuh. setelah kulit dikelupas bagian kambiumnya dikerik agar batang tidak dapat tumbuh lagi. Pembuatan jin pada batang yang sudah tua dan kuat bisa dilanjutkan dengan pemahatan. Hal ini lantas diampelas dan diolesi bahan pengawet bila lukanya sudah kering.

Bonsai yang hanya memiliki satu jin penampilannya kurang menarik. Untuk menambah dramatis penampilannya, bisa dibuat beberapa jin lagi pada cabang. Penampilan tanaman dengan beberapa cabang yang mati hingga ke ujungnya harus didukung pula oleh daun yang tidak terlalu rimbun atau terlalu segar. Pertahankan daun seadanya saja sehingga benar-benar mengesankan tanaman yang merana, namun mampu bertahan hidup dengan gagah.

Uro

Uro sering disebut juga wuro. Istilah ini mengacu pada bentuk suatu lubang atau celah melebar yang ada pada batang tanaman. Bonsai yang memiliki uro biasanya digabung dengan jin atau shari sehingan terlihat lebih antik.

Agar pengerjaan uro lebih gampang, batang tanaman sebaiknya dimatikan dahulu. Untuk melubangi tanaman dipakai pahat. Posisi pahat bisa ke arah atas atau bawah tergantung arah atau sisi lubang yang hendak dibuat.

Umumnya uro dibuat dengan bentuk sebelah bawah lebih lebar dari sebelah atas. Lubang dibuat lebar dan dibuang bagian kayunya. kambium disisakan di sisinya sehingga tanaman dapat bertahan hidup. Nantinya kambium di kedua sisi akan melakukan proses penyembuhan luka. Hasilnya berupa lekukan agak ke dalam yang artistik dan berkesan alami.

Shari

Shari mengandung pengertian bagian tanaman yang terkelupas kulitnya atau mati sebagian. Pengertian shari biasanya ditambah menjadi shari miki (miki : batang atau pohon) yang berarti bagian batang, cabang, atau akar yang dimatikan sebagian dengan dikelupas kulitnya. Bedanya dengan jin, pada jin ada bagian yang dipatahkan, biasanya pada ujung tanaman, pada shari tidak. Jadi, shari merupakan pendahuluan, sedangkan jin penerusnya. Shari jarang yang dibuat berdiri sendiri.

Pengelupasan kulit tanaman dilakukan pada bagian depan. Arah pengelupasan fleksibel, bisa dari atas ke bawah atau senaliknya. Biasanya bagian yang dikelupas dimulai dari bagian yang dijin. Setelah itu diteruskan hingga ke bagian akar yang muncul di permukaan tanah.

Seringkali shari ditambah dengan pahatan alur. Pelaksanaan pahatan dilakukan setelah teknik shari diterapkan. Hasil pahatan alur kemudian dihaluskan dengan ampelas dan diolesi bahan pengawet.

Saba

Saba adalah lekukan atau celah memanjang pada batang yang dikombinasi dengan jin batang atau cabang sehingga menampilkan bentuk tanaman yang seolah seperti tulang duri ikan lemuru. Kata saba sendiri berarti ikan lemuru. Sedangkan pengertian di atas tercakup dalam saba miki yang berarti saba pada batang atau pohon.

Berikut ini adalah langkah-langkah pengerjaan pemahatan yang melibatkan proses jin, shari, dan saba. Hasil akhirnya berbentuk saba miki.
  1. Siapkan bakalan bonsai yang sudah cukup umur. Paling tidak tanaman sudah berada dalam pot sekitar 3 tahun.
  2. Amati seluruh tanaman. Carilah sisi yang baik untuk dijadikan bagian muka. Cabang yang terlalu rimbun dipangkas atau dipotong. Lakukan pengelupasan kulit (shari) pada sisi depan. Cabang-cabang pada bagian yang kultinya dikelupas di jin. Cabang yang kulitnya masih utuh tidak di jin.
  3. Dengan gurinda dibuat lekukan. Posisi lekukan berada di antara bagian shari dan kambium yang masih hidup. Dalamnya lekukan cukup sekitar 0,5 cm.
  4. Agar bagian shari cepat mati, dilakukan pemahatan dengan batas bagian yang di jin. Hasilnya berupa struktur kerangka tulang ikan atau saba. Setelah itu bagian yang dipahat dibersihkan dan diampelas hingga tampak halus. Setelah agak kering diolesi bahan pengawet. Bagian yang gurinda akan mati dan kambium akan membuat lipatan ke dalam membentuk alur yang menonjol setelah 1-2 tahun kemudian.